Kamis, 12 Januari 2012

Lontarak(Oleh: Dr. Tadjuddin Maknun, S.U.)

Lontarak: Arti, Asal Usul, dan Nilai Budaya yang Dikandungnya

Oleh: Dr. Tadjuddin Maknun, S.U.
24 October 2009

1.    Pengantar
Barbara F. Grimes (dalam Purwo, 2000) mencatat sebanyak 706 bahasa daerah yang tersebar dari Sabang sampai Marauke. Di antara 100-an bahasa di Indonesia itu, hampir separuhnya terdapat di Irian Jaya, yaitu sebanyak 248. Tidak semua bahasa daerah yang tersebar di nusantara ini memiliki aksara untuk merekam nilai-nilai budaya yang ada dalam masyarakat pemilik bahasa itu. Bahasa daerah yang memiliki aksara adalah bahasa Jawa, Bali, Sunda, Makassar (Bugis), Batak, dan Rencong.

Salah satu bahasa daerah yang cukup beruntung adalah bahasa Makassar (Bugis). Dikatakan cukup beruntung karena bahasa daerah ini memiliki aksara yang dapat merekam atau mencatat nilai-nilai luhur (indigeneous knowledge) yang disebut pasang ‘pesan-pesan’; panngadakkang (Makassar) atau panngaderreng (Bugis) “adat istiadat”. Hasil catatan atau manuskrip tersebut disebut lontarak. Aksara Makassar (Bugis) digunakan mencatat manuskrip-manuskrip dikenal dengan sebutan aksara lontarak. Selain itu, dijumpai pula manuskrip yang ditulis dalam aksara yang dikenal dengan aksara serang.
Aksara lontarak merupakan lambang identitas daerah dan alat transformasi nilai-niiai luhur yang sangat berharga (indigenous knowledge). Aksara lontarak adalah salah satu aset kekayaan budaya yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai objek wisata budaya daerah. Selain itu, dapat menjadi aset dan sumber pengembangan budaya nasional.
Selanjutnya, sebagai aset kekayaan budaya, tentu saja, perlu diketahui mengapa dinamai aksara lontarak; dari mana asal usulnya; dan niiai budaya yang terkandung di dalam lontarak tersebut. Untuk itu, makalah ini berusaha mengungkapkan hal tersebut seperti dalam uraian berikut.
2.    Mengapa Dinamai Aksara Lontarak?
Dari hasil kajian pustaka diperoleh informasi bahwa naskah kuno Makassar (Bugis) ada yang ditulis dengan aksara lontarak dan ada yang ditulis dengan aksara serang. Dinamai aksara lontarak karena memang dulu peristiwa-peristiwa ditulis pada daun lontar. Frasa daun lontar sepadan dengan raung = daun dan talak = lontar menjadi rauttalak atau rontalak dalam bahasa Makassar (dari bahasa Jawa atau bahasa Melayu). Kata rontalak mengalami proses metatesis menjadi lontarak (Basang, 1972: 10; Abidin, 1983: 109; Pelras, 2006: 232), Dalam bahasa Makassar sehari-hari dikenal dengan sebutan lekok talak.
Selanjutnya, disebut pula sebagai aksara serang (huruf Arab) karena kesusasteraan Makassar (Bugis) ditulis dalam aksara Arab sebagai pengaruh dari agama Islam dan kesusasteraan Islam yang datang ke Sulawesi Selatan pada permulaan abad ke-17 (Mattulada, 1991b: 69). Beliau menduga kata serang itu berasal dan kata Seram (Palau Seram). Dahulu orang Makassar (Bugis) selalu berhubungan dengan orang Seram yang Iebih dulu rnenerima agama Islam.
3.    Arti Lontarak
Dalam perkembangan selanjutnya, kata lontarak dapat mengandung arti bermacam-macam sesuai dengan konteks kalimatnya. Manyambeang (1996: 32) merincinya sebagai berikut.
a. Lontarak dapat berarti aksara, seperti dalam kalimat:
Appilajaraki lontarak.
belajar dia lontarak
(dia belajar huruf lontarak)
b. Lontarak dapat berarti naskah, seperti dalam kalimat;
Ciniki ri lontaraka.
‘Lihat isi di lontarak’ (lihatlah di lontarak)
c. Lontarak dapat berarti buku bacaan, seperti dalam kalimat,
laminne lontarakna I Kukang.
‘inilah buku bacaan i Kukang’
(inilah buku bacaan (yang berjudul) i Kukang).
d. Lontarak dapat berarti catatan, seperti dalam kalimat:
Boyai ri lontarak bilanga.
`carilah pada lontarak bilang’ (Carilah pada catatan harian)
4.    Asal Usul Aksara Lontarak Makassar (Bugis)
Dari hasil penelusuran pustaka yang tersedia dijumpai beberapa pendapat tentang perkembangan aksara Makassar (Bugis). Pendapat-pendapat tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
a.    Pendapat H. Kern.
H. Kern (1882) berpendapat bahwa aksara Makassar (Bugis) bersumber dan huruf Sanskrit yang disebut Dewanagari. Aksara Dewanagari dapat dilihat sebagai berikut:

b. Dalam Kamus Linguistik susunan Kridalaksana (1982: xx) ditunjukkan silsilah aksara yang penting, seperti berikut.

Menggambarkan aksara Palawa sebagai berikut

Pendapat Matthes dan Raffles.
Holle (1882) mengutip bentuk aksara yang dikemukakan oleh Matthes dan’ Raffles, seperti berikut:
Bentuk yang dikemukakan Matthes

Bentuk yang dikemukakan Raffles

Bentuk aksara yang dikemukakan, baik Matthes maupun Raffles biasa juga disebut lontarak kuno atau het oude Makassaarche letterschrift (Mangemba dan Tenribali (Ed.), 1966: 49). Bentuk lontarak kuno dan lontarak baru dapat dikatakan jauh berbeda sehingga perlu dipertanyakan apakah lontarak kuno yang mengalami proses perubahan menjadi lontarak yang digunakan sekaran.
Pendapat Ahli Kebudayaan Bugis Makassar dari Sulawesi Selatan.
Mattulada (dalam Manyambeang, 1996: 29) merasa yakin bahwa aksara Bugis Makassar berasal dan aksara Dewanagari yang diperbaharui oleh Daeng Pamatte. Sejalan dengan pendapat itu, Basang (1972: 11) mengemukakan beberapa persamaan aksara Dewanegari dengan aksara Makassar, yaitu keduanya huruf silabis; keduanya menggunakan alat bantu untuk menyatakan bunyi /i, e, o, dan u/; keduanya ditulis dari kiri ke kanan. Adapun Yatim (1983: 5) memperhatikan susunan abjadnya. Dia mengakui bahwa pengaturan abjad lontarak telah sampai kepada kesadaran linguistik yang amat maju dan amat mirip dengan pengaturan abjad Sanskerta, yang membedakan hanya bentuknya.
Selanjutnya, Mattulada (1991a: 68-9) menjelaskan bahwa terdapat anggapan di kalangan orang Makassar (Bugis) berkaitan dengan penciptaan tanda-tanda bunyi yang kemudian disebut aksara lontarak dilatarbelakangi oleh suatu kepercayaan yang berpangkal pada mitologis orang Makassar (Bugis) yang memandang alam semesta ini sebagai bolasuji (Bugis) atau “sulapak appak” (Makassar) yang berarti `segi empat belah ketupat’. Sarwa alam ini merupakan satu kesatuan yang dinyatakan dalam simbol S = sa yang berarti seua (tunggal atau esa). Demikian pula segala tanda bunyi dalam aksara lontarak bersumber dari s = sa (Museum Nasional, 10/MP/NAS/76: 21; Mattulada, 1991: 4-85).
Simbol “s” ini menyimbolkan mikrokosmos sulapa eppana taue “segi empat tubuh manusia’. Bagian puncak terletak kepala, tangan kiri, tangan kanan; dan bagian ujung bawah adalah kaki. Simbol S itu merupakan pengejawantahan pada bagian kepala yang disebut sawwang (SW) berarti mulut. Dari mulutlah segala sesuatu dinyatakan yang disebut sadda (sd) berarti bunyi. Bunyi-bunyi itu disusun sehingga bermakna yang disebut ada (ad) berarti kata, sabda atau titah.
Segala sesuatu yang meliputi keseluruhan tertib kosmos/sarwa alam diatur melalui ada (ad). Dengan penambahan artikel definit E menjadi ada’e (adea) yang menjadi pangkal kata adek (adEE). Adek adalah sabda (penertib) yang meliputi sarwa alam (5) sehingga disebut dalam kata-kata hikmat pasang sebagai berikut.
sd mpbti adE adE mpbti gau gau mpbti tau
sadda mappabbatik ada ada mappabbatik gauk
gauk mappabbatik tau

Artinya:
Bunyi mewujudkan kata
Kata mewujudkan perbuatan
Pperbuatan mewujudkan manusia
Konsep sulapak appak inilah dapat dibentuk aksara lontarak yang biasa disebut urupu sulapak appak seperti berikut.
Pendapat lain yang bersumber dari Lontarak Patturioloanga ri Tugowaya, seperti yang disinyalir (Manyambaeng, 1996; Basang, 1972) yang berbunyi sebagai berikut.
aiyp aen krea auru aperki rp bicr timu timu ri buduk.
sbnrn mien kreaG nikn dea pmet. aiy sbnr, ay tumaill, aiytomi dea pmet aperki Iotr mksr.
…iapa anne karaeng uru apparek rapang bicara, timu-timu ri bunduka. sabannarakna minne karaenga nikana Daeng Pamatte. la sabannarak, la Tumailalang, iatommi Daeng Pamatte ampareki lontarak Mangkasarak.
(.. dialah raja yang mula-mula membuat peraturan, hukum dalam perang. Syahbandar raja inilah yang disebut Daeng Pamatte. Dia syahbandar, dia juga Tumailalang, dia jugalah Daeng Pamatte yang membuat lontarak Makassar).
Dalam lontarak di atas terdapat kata ampareki yang dapat berarti `membuat atau menciptakan’, `menjadikan atau menyederhanakan’. Jadi, apabila kata ampareki diartikan menciptakan/membuat, dapatlah diartikan membuat sesuatu dari yang belum ada menjadi ada. Dengan demikian, dapat diasumsikan bahwa aksara Makassar baru itu diciptakan oleh Daeng Pamatte yang diilhami oleh pandangan hidup orang Makassar (Bugis) sendiri, yaitu sulapak appak.
Sebaliknya, jika kata ampareki diartikan `menyederhanakan atau memodifikasi’, dapat diasumsikan bahwa Daeng Pamatte menyederhanakan atau memodifikasi dari bentuk aksara yang sudah ada sebelumnya (aksara Sanskrit/Dewanagari, huruf Pallawa, dan bentuk aksara yang dikemukakan Matthes atau Raffles) menjadi aksara lontarak baru yang ada sekarang.
Sejalan dengan penjelasan di atas, Pelras (2006: 230) dan H. Kern (dalam Manyambeang 1996: 3) beranggapan bahwa lontarak di Sulawesi Selatan ada persamaan dengan aksara yang ada di Sumatera, seperti aksara Lampung, Rejang, Batak, dan Pasemah. Berdasarkan informasi ini dapat diasumsikan bahwa ada kemungkinan aksara Makassar baru merupakan hasil penyederhanaan atau modifikasi dari aksara tersebut yang dilakukan oleh Daeng Pamatte. Bila dilihat sepintas lalu, aksara Batak, aksara Makassar, dan aksara rencong hampir serupa. Bahkan kadang-kadang agak sulit dibedakan ketiga bentuk aksara tersebut.
Di dalam buku Sejarah Melayu disebutkan tentang peperangan raja Mangkasar yang bernama Samarluki (Saman Rukka) ke Malaka dan daerah jajahannya, termasuk Batak. Peristiwa ini diceriterakan berlangsung pada masa pemerintahan Sultan Mansur Shah sekitar tahun 1440. Walaupun ia dapat dipukul mundur oleh tentara Melayu, ia berhasil membawa harta rampasan, baik berupa barang maupun tawanan perang (Brown dalam Reid, 2004: 147; Museum nasional, 10/MP/NAS/76: 24).
Tidak tertutup kemungkinan di antara para tawanan itu terdapat orang­orang Batak yang terampil menulis dan membaca tulisan Batak. Dpri merekalah orang Makassar belajar tulisan Batak tersebut. Selanjutnya, mereka meniru atau menyederhanakan huruf Batak itu sehingga berwujud tulisan Makassar sekarang.
Nilai Budaya dalam Lontarak: Perspektif Antropolinguistik
Sistem nilai atau nilai-nilai dalam masyarakat merupakan suatu konsep abstrak mengenai apa yang buruk dan apa yang balk. Pepper (dalam Djajasudarma 1997: 12) menjelaskan bahwa batasan nilai mengacu pada minat, kesukaan, pilihan, tugas, kewajiban, agama, kebutuhan, keamanan, hasrat, keengganan, atraksi, perasaan, dan orientasi seleksinya. Oleh karena itu, segala sesuatu yang balk dan buruk dapat disebut sebagai nilai. Nilai budaya ini diasosiasikan secara turun-temurun dari generasi yang satu ke generasi yang lain. la dianggap sebagai pedoman manusia dalam bertingkah laku dalam sistem sosialnya. Jadi, sistem nilai dapat dikatakan sebagai norma standar dalam kehidupan bermasyarakat. Djajasudarma. dkk. (1997: 13) mengemukakan bahwa sistem nilai begitu kuat, meresap, dan berakar di dalam jiwa masyarakat sehingga sulit diganti atau diubah dalam waktu singkat. Berkaitan dengan hal tersebut, Sumardjo (dalam Oktavianus 2006: 117) menyatakan sebagai berikut:
Filsafat orang Indonesia termasuk nilai budaya tersimpan di batik pepatah-petitih, di batik rumah-rumah adat, di batik upacara-upacara adat, di batik mitos-mitos tua, di balik ragam hias pakaian yang mereka kenakan, di batik tarian mereka, di balik musik yang mereka mainkan, di balik persenjataan, dan balik sistem pengaturan sosialnya.
Dari pernyataan di atas, bahasa melalui pepatah-petitih merupakan medium untuk menampilkan makna budaya yang di dalamnya terkandung nilai (value). Peribahasa merupakan bagian dari komunikasi sistem budaya (Dundes dan Arewa dalam Oktavianus, 2006: 117). Sepadan dengan pendapat itu, Duranti (1997: 25; Foley, 1997: 16) menjelaskan bahwa bahasa mengategorisasi realitas budaya. Bahasa menampakkan sistem klasifikasi yang dapat digunakan untuk menelusuri praktek-praktek budaya dalam suatu masyarakat. Model-model budaya yang dimaksud di sini mencakup mentalitas kerja, sikap, perilaku, etika, dan moral. Berikut ini diberikan beberapa contoh pepatah atau kelong yang mengandung model budaya yang dimaksud.
Motivasi Berusaha dan Bekerja
Untuk memenuhi kebutuhannya manusia diisyaratkan rajin berusaha. Kelong berikut mengandung makna yang mencerminkan motivasi berusaha sebagai salah satu praktek budaya dan paling tidak merupakan cerminan realitas sebagaimana dijelaskan Duranti di atas.
puun kutuai tauw                          punna kuttui taua
neta sulu soGon                               natea suluk songokna
tean todo                                        taena todong
titi soGo Inty                                     titti songok la natayang.
Terjemahan: Kalau orang malas
Tidak mau keluar keringatnya Tidak ada juga
Tetes keringat yang ditunggu.
Kelong di atas mencerminkan bahwa kalau orang malas bekerja, tentu saja, tidak ada hasil yang akan diperoleh. Kelong ini sepadan dengan ungkapan dalam bahasa Indonesia “Siapa yang menanam, dia akan menuai”.
Rasa Solidaritas
Solidaritas merupakan integrasi sosial yang didasarkan kepada interdependensi okupansional, persamaan-persamaan, dan bahkan juga pada perbedaan-perbedaan komplementer (Soekanto dalam Oktavinus, 2006: 119). Integrasi sosial dapat diartikan sebagai kesetiakawanan, kebersamaan, dan kekompakan dalam menghadapi suka duka.
meaki kismturu                             maekik kissamaturuk
kiemet bulo sibt                             kirnmenteng bulo sibatang
nmtumtu                                         nakmatu.-matu
bett aGod del                                    baieta anngondang dallek

Terjemahan: Mari kita bersama-sama Berdiri sebatang bambu Supaya berguna
Cara kita mencari rezki.
Kelong tersebut mencerminkan bahwa dalam mengerjakan suatu pekerjaan, sebaiknya kita mengadakan kerja sama dengan orang lain agar pekerjaan itu cepat selesai dan berhasil.
Etika, Moral, dan Sopan Santun
Etika falsafah atau hukum membedakan hal yang baik dan yang buruk dalam kelakuan manusia, sedangkan moral adalah ukuran baik buruknya tingkah laku yang menyangkut pengontrolan diri, keyakinan diri, dan kedisiplinan tindakan (Dreyer dalam Oktavianus, 2006: 124). Adapun kesopanan yang terkandung dalam bahasa mencerminkan tingginya peradaban suatu bangsa atau tingginya martabat seseorang (Poedjosoedarmo, 2001: 186). Hal tersebut dapat dilihat dalam ungkapan berikut.
nikny sulp apn tauw aiymitu niy sirin niy pecn niy pGlin n niy pGdkn nikanaya sulapak appakna tau, iamintu niak sirikna, niak paccena.
niak panngalikna, na niak panngadakkanna.
Terjemahan: Yang disebut kesegiempatan manusia ialah manusia yang memiliki harga diri, memiliki rasa kesetiakawanan, menghargai orang lain, dan memiliki sifat sopan santun.
Dalam ungkapan di atas tercermin konsep sipakatau `sating menghargai’, konsep sirik ‘harga diri’, konsep pacce ‘kesetiakawanan’, konsep panngalik ‘perasaan hormat’, dan konsep panngadakkang ‘adat-istiadat/sopan santun’. Konsep sipakatau `sating rnenghargai’ menjadi inti atau pangkal dalam interaksi sosial sesuai dengan nilai-nilai positif yang ada dalam budaya Makassar. Konsep sink `harga diri adalah suasana hati dalam masyarakat, bukan semata-mata sebagai “pertahanan martabat diri” yang ditimbulkan secara emosional dari simultan nilai-nilai khusus. Konsep pacce `solidaritas’ adalah iba hati melihat sesama warga yang mengalami penderitaan atau tekanan batin atas perbuatan orang lain atau sejenisnya. Kedua konsep ini merupakan sikap moral yang menjaga stabilitas dan berdimensi harmonis agar tatanan sosial atau adat istiadat berjalan secara dinamis (Hamid, 2003: xii). Konsep panngalik ‘perasaan hormat adalan rasa hormat kepada seseorang atau sesuatu yang dianggap bersih dalam arti luas. Konsep panngadakkang ‘adat-istiadat adalah himpunan kaidah-kaidah sosial dalam masyarakat yang bermaksud mengatur tata tertib masyarakat (Wahid, 1992: 89). Jika seseorang berhasrat akan melakukan sesuatu, segala rencana terpuiang pada adat. Adatlah yang merupakan penentu patut tidaknya sesuatu yang akan dilakukan. Keputusan yang diputuskan sesuai dengan proses adat, maka semua pihak dapat menerimanya, sebagaimana terungkap dalam ungkapan “punna panngadakkang taena erokku, taena kulleku” `jika sudah menyakut ketentuan yang sudah diadatkan, tidak berlaku kemampuanku’.
Penutup

Lontarak merupakan lambang identitas daerah, mengandung nilai-nilai luhur yang sangat berharga. Lontarak merupakan salah satu aset kekayaan budaya daerah yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai objek wisata budaya.
Berkaitan dengan asal usul lontarak Makassar terdapat beberapa pendapat yang berbeda. Oleh krena itu, disarankan perlu kajian yang lebih akurat sehingga diperoleh pemahaman yang lebih komprehensif.

DAFTAR PUSTAKA
Abidin. Zainal. 1983. Persepsi Orang Bugis, Makassar tentang Hukum. Negata dan Dunia luar. Bandung: Penerbit Alumni.
Basang, Djirong. 1972. Fonemik Bahasa Makassar. Ujung Pandang: Lembaga Bahasa Nasional Cabang 111
Djajasudarma T. Fatimah, dkk. 1997. Nilai Budaya dalam Ungkapan dan Peribahasa Sunda. Pusat pembinaan dan pengembangan bahasa, Departemen Pendidikan dan kebudayaan.
Duranti, Aessaridro. 1997. Linguistic Anthropology. Cambridge: Cambridge University Press.
Foley, Wilham A. 1997. Anthropology Linguistics: An Introduction. New York: Blackwell.
Hamid, Abu. 2003. “Sid’ Butuh Revitalisasi’. Dalam Mustafa. dkk.,.(Eu.) Sini dan Passe: Harga Did Orang Bugis. Makassar, Mandar dan Toraja. Makassar: Pustaka Refleks.
Kridalaksana, Harimurti. 1982. Kamaus Linguistik. Jakarta: Gramedia.
Maknun, Tadjuddin, 1991. “Beberapa Catatan tentang Perkembangan Aksara Makassar”. Makalah Disajikan pada Seminar Sehari dalam Rangka Dies Natalis ke-32 Fak. Sastra Unhas, 9-11-1991.
2007. “Menyempurnakan Aksara Lontarak untuk Memudahkan Pemahaman Kandungan Lontarak”. Makalah Disajikan pada Kongres Internasional Bahasa­bahasa Daerah se-Sulawesi Selatan pada 22-25 Juli 2007 di Hotel Clarion Makassar.
Manyambeang, Kadir. 1996. “Lontaraq Riwayaqna tuanta salamaka ri Gowa: Suatu Analisis Linguistik Filologis”. Disertasi Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin.
Mattulada. 1991a. “Manusia dan Kebudayaan Bugis-Makassar dan Kaili di Sulawesi. Jurnal Antropologi Sosial dan Budaya Indonesia No. 43 Th. XV Januari-April 1991.
1991b. Menyusuri Jejak Kehadiran Makassar dalam Sejarah. Ujung Pandang: Lembaga Penerbitan Universitas Hasanuddin.
Museum Nasional. 1976. “Mengenal Aneka Ragam Tulisan Daerah di Indonesia”. Jakarta: Direktorat Museum, Ditjen Kebudayaan Depdikbud No. 10/MP/NAS/76.
Oktavianus. 2006. “Nilai Budaya dalam ungkapan Minangkabau: Sebuah Kajian dari Perspektif Antropologi Linguistik”. Jurnal Linguistik Indonesia Tahun ke-24, Nomor 1. Jakarta: MLI bekerja sama dengan Obor Indonesia.
Pelras, Christian. 2006. Manusia Bugis. Jakarta: Nalar.
Poedjosoedarmo, Soepomo. 2001. Filsafat Bahasa. Surakarta: Muhammadiyah University Press.
Reid, Anthony. 2004. Sejarah Modern Awal Asia Tenggara. Jakarta: LP3ES.
Wahid, Sugira. 1992. “Metafora Bahasa Makassar”. Disertasi Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin.
Yatim, Nurdin. 1983. “Subsistem Honorofik Bahasa Makassar: Sebuah Analisis Sosiolinguistik”. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,. Direktorat Pembinaan Penelitian, dan Pengembangan dalam Masyarakat.

Makalah ini disampaikan pada Kongres Kebudayaan Indonesia 2008 pada tanggal 10-12 Desember di Bogor.



Minggu, 25 Desember 2011

Sosok Mahmud Ahmadinejad ( Presiden Iran )

Mahmud Ahmadinejad atau bisa dibaca Ahmadinezhad (bahasa Persia: محمود احمدی‌نژاد ; lahir di Aradan, Iran, 28 Oktober 1956; umur 55 tahun adalah Presiden Iran yang keenam dan memperoleh 61.91% suara pemilih pada pilpres Iran tanggal 24 Juni 2005. Jabatan kepresidenannya dimulai pada 3 Agustus 2005.Ia pernah menjabat walikota Teheran dari 3 Mei 2003 hingga 28 Juni 2005 waktu ia terpilih sebagai presiden. Ia dikenal secara luas sebagai seorang tokoh konservatif yang sangat loyal terhadap nilai-nilai  Revolusi Islam Iran 1979.
Lahir di daerah desa pertanian Aradan, dekat Garmsar, sekitar 120 kilometer arah tenggara Teheran. Dia merupakan anak keempat dari tujuh bersaudara, berasal dari keluarga Syiah. Orang tuanya,seorang Tukang Besi, Ahmad Saborjihan, memberi nama Mahmud Saborjihan saat lahir. Dia menggunakan nama tersebut hingga sebuah keputusan besar mendorong keluarganya untuk hijrah ke Teheran pada paruh kedua tahun 1950-an. Di Teheran, ayahnya mengubah namanya menjadi Mahmud Ahmadinejad sebagai isyarat religiusitas dan semangat mencari kehidupan yang lebih baik, karena Saborjihan dalam bahasa Parsi berarti pelukis karpet, pekerjaan yang jamak dilakukan di sentra karpet seperti Aradan, sedangkan Ahmadinejad berarti ras yang unggul, bijak dan paripurna.
Dia lulus dari Universitas Sains dan Teknologi Iran (IUST) dengan gelar doktor dalam bidang teknik dan perencanaan lalu lintas dan transportasi.
Pada tahun 1980, dia adalah ketua perwakilan IUST untuk perkumpulan mahasiswa, dan terlibat dalam pendirian Kantor untuk Pereratan Persatuan (daftar-e tahkim-e vahdat), organisasi mahasiswa yang berada di balik perebutan Kedubes Amerika Serikat yang mengakibatkan terjadinya krisis sandera Iran.
Pada masa Perang Iran-Irak, Ahmedinejad bergabung dengan Korps Pengawal Revolusi Islam pada tahun 1986. Dia terlibat dalam misi-misi di Kirkuk, Irak. Dia kemudian menjadi insinyur kepala pasukan keenam Korps dan kepala staf Korps di sebelah barat Iran. Setelah perang, dia bertugas sebagai wakil gubernur dan gubernur Maku dan Khoy, Penasehat Menteri Kebudayaan dan Ajaran Islam, dan gubernur provinsi Ardabil dari 1993 hingga Oktober 1997.
Ahmadinejad lalu terpilih sebagai walikota Teheran pada Mei 2003. Dalam masa tugasnya, dia mengembalikan banyak perubahan yang dilakukan walikota-walikota sebelumnya yang lebih moderat dan reformis, dan mementingkan nilai-nilai keagamaan dalam kegiatan-kegiatan di pusat-pusat kebudayaan. Selain itu, dia juga menjadi semacam manajer dalam harian Hamshahri dan memecat sang editor, Mohammad Atrianfar, pada 13 Juni 2005, beberapa hari sebelum pemilu presiden, karena tidak mendukungnya dalam pemilu tersebut.
Presiden Mohammad Khatami pernah melarangnya menghadiri pertemuan Dewan Menteri, suatu hak yang biasa diberikan kepada para walikota Teheran. Hal ini dikarenakan pada waktu Khatami menuju Universitas Teheran, Khatami terjebak macet. Khatami mengkritik Ahmadinejad yang saat itu menjabat walikota Teheran. Namun bukannya tergesa-gesa membereskan masalah tersebut, Ahmadinejad justru berkata: "Bersyukurlah karena presiden kita telah merasakan kehidupan rakyatnya yang sesungguhnya". Namun Ahmadinejad tetap santai menghadapi larangan tersebut.

gambaran Ahmadinejad, yang membuat orang ternganga:

  1. Saat pertama kali menduduki kantor kepresidenan Ia menyumbangkan seluruh karpet Istana Iran yang sangat tinggi nilainya itu kepada masjid2 di Teheran dan menggantikannya dengan karpet biasa yang mudah dibersihkan.
  2. Ia mengamati bahwa ada ruangan yang sangat besar untuk menerima dan menghormati tamu VIP, lalu ia memerintahkan untuk menutup ruang tersebut dan menanyakan pada protokoler untuk menggantinya dengan ruangan biasa dengan 2 kursi kayu, meski sederhana tetap terlihat impresive.
  3. Di banyak kesempatan ia bercengkerama dengan petugas kebersihan di sekitar rumah dan kantor kepresidenannya.
  4. Di bawah kepemimpinannya, saat ia meminta menteri2 nya untuk datang kepadanya dan menteri2 tsb akan menerima sebuah dokumen yang ditandatangani yang berisikan arahan2 darinya, arahan tersebut terutama sekali menekankan para menteri2nya untuk tetap hidup sederhana dan disebutkan bahwa rekening pribadi maupun kerabat dekatnya akan diawasi, sehingga pada saat menteri2 tsb berakhir masa jabatannya dapat meninggalkan kantornya dengan kepala tegak.
  5. Langkah pertamanya adalah ia mengumumkan kekayaan dan propertinya yang terdiri dari Peugeot 504 tahun 1977, sebuah rumah sederhana warisan ayahnya 40 tahun yang lalu di sebuah daerah kumuh di Teheran. Rekening banknya bersaldo minimum, dan satu2nya uang masuk adalah uang gaji bulanannya.
  6. Gajinya sebagai dosen di sebuah universitas hanya senilai US$ 250.
  7. Sebagai tambahan informasi, Presiden masih tinggal di rumahnya. Hanya itulah yang dimilikinyaseorang presiden dari negara yang penting baik secara strategis, ekonomis, politis, belum lagi secara minyak dan pertahanan. Bahkan ia tidak mengambil gajinya, alasannya adalah bahwa semua kesejahteraan adalah milik negara dan ia bertugas untuk menjaganya.
  8. Satu hal yang membuat kagum staf kepresidenan adalah tas yg selalu dibawa sang presiden tiap hari selalu berisikan sarapan; roti isi atau roti keju yang disiapkan istrinya dan memakannya dengan gembira, ia juga menghentikan kebiasaan menyediakan makanan yang dikhususkan untuk presiden.
  9. Hal lain yang ia ubah adalah kebijakan Pesawat Terbang Kepresidenan, ia mengubahnya menjadi pesawat kargo sehingga dapat menghemat pajak masyarakat dan untuk dirinya, ia meminta terbang dengan pesawat terbang biasa dengan kelas ekonomi.
  10. Ia kerap mengadakan rapat dengan menteri2 nya untuk mendapatkan info tentang kegiatan dan efisiensi yang sdh dilakukan, dan ia memotong protokoler istana sehingga menteri2 nya dapat masuk langsung ke ruangannya tanpa ada hambatan. Ia juga menghentikan kebiasaan upacara2 seperti karpet merah, sesi foto, atau publikasi pribadi, atau hal2 spt itu saat mengunjungi berbagai tempat di negaranya.
  11. Saat harus menginap di hotel, ia meminta diberikan kamar tanpa tempat tidur yg tidak terlalu besar karena ia tidak suka tidur di atas kasur, tetapi lebih suka tidur di lantai beralaskan karpet dan selimut. Apakah perilaku tersebut merendahkan posisi presiden?
    Presiden Iran tidur di ruang tamu rumahnya sesudah lepas dari pengawal2nya yg selalu mengikuti kemanapun ia pergi. Menurut koran Wifaq, foto2 yg diambil oleh adiknya tersebut, kemudian dipublikasikan oleh media masa di seluruh dunia, termasuk amerika.
  12. Sepanjang sholat, anda dapat melihat bahwa ia tidak duduk di baris paling muka
  13. Bahkan ketika suara azan berkumandang, ia langsung mengerjakan sholat dimanapun ia berada meskipun hanya beralaskan karpet biasa.
  14. Ia juga tidak mau bersalaman dengan wanita yang bukan muhrimnya, cukup menundukan kepala sebagai rasa hormat.

Jumat, 02 Desember 2011

PENGUMUMAN PENDAFTARAN SUKARELAWAN GERAKAN NASIONAL PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI ( GN-PK ) KOORDINATOR PROVINSI SULAWESI SELATAN


Pengurus Gerakan Nasional Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (GN-PK) Koordinator Provinsi mengundang warga negara Indonesia Khusus Warga Masyarakat Provinsi Sulawesi Selatan untuk mendaftarkan diri menjadi sukarelawan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. Dengan syarat sebagai berikut:
  1. Warga Negara Republik Indonesia;
  2. Bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa;
  3. Sehat jasmani dan rohani;
  4. Akademisi, Sarjana hukum atau sarjana di bidang lain, Mahasiswa ;
  5. Berusia minimal 22 (dua puluh dua) tahun dan maksimal 60 (enam puluh) tahun pada saat mendaftar;
  6. Cakap, jujur, memiliki integritas moral yang tinggi, dan memiliki reputasi yang baik;
  7. Tidak pernah melakukan perbuatan tercela;
  8. Bersedia tidak mendapatkan gaji atau honor dari GN-PK ;
Pendaftaran mulai tanggal : .... /............/ 20.... s/d ... / ............/ 20...
Penyerahan berkas pendaftaran sukarelawan dapat diantar langsung atau dikirm melalui pos dengan melampirkan kelengkapan syarat-syarat sebagai berikut:
  1. Formulir Keanggotaan GN-PK
  2. Biodata
  3. Fotokopi KTP / SIM yang masih berlaku;
  4. Pasfoto terbaru 4 ( Empat ) ukuran 4 x 6 ( berwarna );
  5. Fotokopi ijazah sarjana S1 / S2 yang telah dilegalisasi ;
  6. Surat pernyataan di atas kertas bermaterai Rp 6000,- (enam ribu rupiah), yang memuat pernyataan :  
    1. Bersedia mematuhi dan melaksanakan ketentuan organisasi GN-PK;
    2. Bersedia membantu tugas pengurus GN-PK Koordinator Provinsi Sulawesi Selatan, dalam melaksanakan tugas organisasi ;
    3. Bersedia mengikuti Pendidikan dan Pelatihan khusus tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diselenggarakan oleh GN-PK Koordinator Provinsi Sulawesi;
    4. Bersedia tidak mendapatkan honor dan/atau gaji dari GN-PK ;
Makassar, .. /.............. / 20..
PENGURUS KOORDINATOR PROVINSI                                                                    GERAKAN NASIONAL PEMBERANTASAN KORUPSI ( GN-PK )

Peran GN-PK


Gerakan nasional pemberantasan korupsi ( GNPK ) adalah gerakan nasional yang permanen sebagai wadah berhimpun segala lapisan masyarakat Indonesia yang berperan aktif mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi, tanpa membedakan asal suku, ras, agama, dan keanggotaannya nonpartisan partai politik
Bahwa sesungguhnya sudah menjadi kenyataan kehidupan di setiap negara segala bentuk korupsi sangat merugikan masyarakat dan menyebabkan kerusakan moral yang sangat serius. Korupsi senantiasa berkembang pesat dalam kegelapan penyelenggara negara yang berbentuk totaliterisme, otoriterisme dan kediktatoran serta segala bentuk rezim yang membagi kekuasaannya kepada segelintir orang yang tidak bertanggung jawab.
Dan di negara Indonesia penyelenggaran negara memilki peran yang sangat strategis dalam mewujudkan cita-cita perjuangan bangsa, sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945. Oleh sebab itu diperlukan persamaan visi, persepsi dan misi dari seluruh penyelenggara negara dan masyarakat sehingga sejalan dengan tuntutan hati nurani rakyat yang menghendaki terwujudnya penyelenggara negara yang mampu menjalankan tugas dan fungsinya secara sungguh-sungguh, bertanggung jawab yang dilaksanakan secara efektif, efisien, bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Bahwa peran serta masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi merupakan hak dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan dengan murni dan konsekwen sebagaimana diatur dalam TAP MPR RI No. XI/MPR/1998 tentang penyelenggara Negara yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme yunto pasal 8 dan 9 UU RI No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme yunto pasal 41 UU RI No. 31 tahun 1999 tentang Pemberatasan Tindak Pidana Korupsi yang pelaksanaannya diatur oleh Peraturan Pemerintah RI No. 68 tahun 1999 tentang tata cara Pelaksanaan peran serta masyarakat dalam penyelenggara negara.
GN-PK mempunyai maksud dan tujuan untuk melaksanakan peran serta masyarakat dalam peneyelenggara negara sebagaimana diatur dalam pasal 8 dan 9 Undang-Undang RI No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme yunto pasal 41 Undang-Undang  No. 31 Tahun1999 tentang Pemberatasan Tindak Pidana Korupsi yang pelaksanaannya diatur oleh Peraturan Pemerintah RI No. 68 tahun 1999 tentang tata cara Pelaksanaan peran serta masyarakat dalam penyelenggara negara.
Untuk mencapai maksud dan tujuan, GN-PK dapat bekerja sama dengan Badan-badan lain baik pemerintah maupun swasta termasuk badan asing yang mempunyai maksud dan tujuan yang sama atau hampir sama dengan maksud dan tujuan GN-PK, serta melaksanakan kegiatan-kegiatan semisal Menyelenggarakan diklat khusus, seminar, loka karya, dialog interaktif, diskusi panel, kursus tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.